Hukum Mengadakan Acara Haul Kematian Seseorang
PERINGATAN HAUL
1. Haul Dalam Lintas Sejarah
Kata haul berasal
dari bahasa arab al-Haulu (اَلْحَوْلُ) atau al-Haulaini (الْحَوْلَيْنِ), artinya kekuatan, kekuasaan, daya, upaya, perubahan,
perpindahan, setahun, dua tahun, pemisah dan sekitar[1],
sedang kata al-haul dalam arti satu tahun, dapat ditemukan dalam al-Qur’an,
dan al-hadis, yaitu:
a).al-Qur’an,
yaitu:
- Al-Baqarah: 240, berbentuk mufrad, dalam arti satu tahun untuk
kasus perceraian, yaitu:
وَالَّذِيِنَ
يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعَا اِلَى الْحَوْلِ....
Artinya: Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antaramu dan
meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya (yaitu) diberi
nafkah hingga satu tahun lamanya....[2]
- Al-Baqarah: 233, berbenuk tasniyah, dalam arti dua tahun untuk
kasus menyusui anak, yaitu:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ اَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ
كَامِلَيْنِ....
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh....[3]
b).al-Hadis, berbentuk mufrad dalam kasus zakat, yaitu:
لاَزَكَاةَ فِى الْمَالِ الْمُسْتَفَادِ حَتَّى يَحُوْلَ عَلَيْهِ
اَلْحَوْلُ . رواه الترمذى
Artinya:...tidak wajib zakat terhadap harta yang belum haul (berumur satu
tahun [4].
Hadis riwayat Turmudziy.
Kemudian kata haul tersebut, berkembang
menjadi istilah bahasa Indonesia, yang lazim dipakai oleh komunitas masyarakat
muslim Nahdliyyin, dan dari istilah Indonesia inilah, kata haul
memiliki dua pengertian, yaitu:
1).Haul berarti berlakunya waktu dua belas bulan hijriyah terhadap
harta yang wajib dizakati ditangan pemilik (muzakki)[5].
Arti ini berkaitan erat dengan masalah zakat.
2).Haul berarti upacara peringatan ulang tahun wafatnya seseorang
(terutama tokoh agama Islam), dengan berbagai acara, yang puncaknya menziarahi
kubur al-marhum atau al-marhumah[6].
Dari dua
pengertian tersebut, yang akan diuraikan dalam tulisan ini hanya yang
menyangkut pengertian kedua, yaitu yang berhubungan dengan peringatan genap
satu tahun dari wafatnya al-marhum atau al-marhumah, sebab haul dengan arti: “Peringatan
genap satu tahun, sudah berlaku bagi keluarga siapa saja, tidak
terbatas pada orang-orang Nahdhiyyin saja, tetapi berlaku pula pada
komunitas masyarakat lainnya, sekalipun bukan muslim.
Masalah haul ini,
akan terasa lebih bernuansa agamis dan erasa dahsyat ketika yang meninggal itu
seorang tokoh kharismatik, ulama besar, pendiri sebuah pesantren, dan
lain sebagainya, bahkan sudah berkembang lebih jauh lagi, yaitu haul
diaplikasikan oleh banyak nstitusi pemerintah dalam benuk peringatan hari jadi
kota atau daerah. Hal ini bisa dikemas dengan berbagai acara, mulai dari pentas
budaya, seni dan hasil produk andalan daerah itu sendiri, bahkan pada puncaknya
sering diisi penyampaian mau’idlah hasanah dari tokoh masyarakat, yang
sebelumnya diawali dengan bacaan istighasah, tahlil dan
sebagainya.
Selama ini kita
sering dengar, bahkan menyaksikan sendiri acara haul yang diselenggarakan di
berbagai daerah di Indonesia, hususnya di jawa, misalnya di Banten, Serang,
Jakarta, Bandung, Cirebon, Tegal, Pekalongan,
Semarang, Yogja, Solo, Jombang, Surabaya, Banyuwangi, Samarinda,
Banjarmasin, Menado, Aceh, Lampung, bahkan di Papua, padahal inti acaranya
adalah ziarah kubur.
Adapun rakaian
acaranya dapat bervariatif, ada pengajian, tahlil akbar, istighatsah
akbar, mujahadah, musyawarah, halaqoh, mengenang dan menceritakan
riwayat orang yang di haul-i dengan cerita-cerita yang baik yang
sekiranya bisa dijadikan sebagai suri tauladan, bersedekah, dan lain-lain.
Yang hadir dalam
acara haul sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya ketokohan orang yang di
haul-i, kalau yang dihaul-i ketokohannya tingkat nasional maka yang hadir
hingga mencapai ribuan bahkan puluhan ribu orang yang mayoritas adalah orang
Nahdhatul Ulama’, bahkan sekarang sudah merambak ketingkat kelompok keluarga (jam’iyatul
‘Usyrah)., dan dari banyaknya umat yang hadir ini para penyelenggara lazimnya
memandang perlu diadakan pengajian sebagai majlis santapan ruhani. Boleh jadi
mereka berbalik yang terpenting adalah mendengarkan mau’idzah hasanah di
acara pengajian itu ketimbang ziarah ke makam yang bersangkutan, padahal disana
ada nasihat, misalnya tentang kematian dan lain sebagainya.
2. Status Hukum Haul dan Dasar Amaliyahnya
Secara khusus haul
status hukumnya adalah mubah (boleh), dan tidak ada larangan,
sebagaimana yang terungkap dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh
al-Baihaqi, dari al-Waqidi katanya sbb:
...كان النبي صلي الله عليه وسلم يَزُوْرُ قَتْلى أحُدٍ فِى كُلِّ
حَوْلٍ وَ إذَا لَقَاهُمْ بِالشُّعْبِ رَفَعَ صَوْتَهُ يَقُوْلُ السَّلامُ
عَليكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّار ثُمَّ أَبُوْ بَكْرٍ كُلَّ
حَوْلٍ يَفْعَلُ مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ عُمَرُ بْنِ الْخَطَّابِ ثُمَّ عُثْمَانُ.
وَكَانَتْ فَاطِمَةَ رضي الله عنها تَأتِيْهِ وَتَدْعُوْ. وَكَانَ سَعْدُ بْنِ
أبِى وَقَّاصٍ يُسَلِّمُ عَلَيْهِمْ ثُمَّ يَقْبَلُ عَلَى أصْحَابِهِ فَيَقُوْلُ
ألاَ تُسَلِّمُوْنَ عَلَى قَومٍ يَرُدُّوْنَ عَلَيْكُمْ السَّلام.
Artinya : Al Baihaqi meriwayatkan dari al Waqidi mengenai kematian, bahwa
Nabi senantiasa berziarah ke makam para syuhada’ dibukit Uhud setiap tahun dan
sesampainya di sana beliau mengucapkan salam dengan mengeraskan suaranya,
“Salaamun ‘alaikum bimaa shabartum fani’ma ‘uqba dar” QS Ar Ro’d ayat 24 yang
artinya: “Keselamatan tetap padamu berkat kesabaranmu, maka betapa baiknya
tempat kesudahan itu”. Abu Bakar juga berbuat seperti itu setiap tahun,
kemudian Umar, lalu Utsman. Fatimah juga pernah berziarah ke bukit Uhud dan
berdoa. Sa’d bin Abi Waqqash mengucapkan salam kepada para Syudaha’ tersebut
kemudian ia menghadap kepada para shahabatnya lalu berkata, “Mengapa kamu tidak
mengucapkan salam kepada orang-orang yang akan menjawab salammu”[7]
Dari hadits inilah, maka al-Musawiy berkomentar dalam kitab Nahju al-Balaghah sbb:
.فِى مَنَاقِبِ سَيِّدِ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةَ رضي الله عنه
لِلسَّيِّدِ جَعْفَر البَرْزَنْجِى قَالَ وَكَانَ عليه
الصلاة و السلام يَأتِى قُبُوْرَ
الشُّهَدَاءِ بِأحدٍ عَلَى رَأسِ كُلِّ حَوْلٍ
Artinya: dalam manaqib Sayyid as Syuhada’ Hamzah bin Abi Tholib yang
ditulis Sayyid Ja’far al Barzanjy, dia berkata Rasulullah mengunjungi makam
Syudaha’ Uhud pada setiap awal tahun[8].
Akan tetapi jika
lihat dari sisi acara-acara yang ada di dalam haul, maka status hukumnya dapat
dilihat sebagai berikut:
1).Ziarah kubur, ini hukumnya boleh (mubah), bahkan dianjurkan (mustahab/مُسْتَحَب)[9], sebab adanya perintah yang jatuh setelah larangan, yaitu hadis Nabi saw
sbb:
a)- Hadis riwayat Turmudziy, yaitu:
عَنْ
سُلَيْمَان بِنْ بُرَيْدَة عَنْ اَبِيْهِ قَالَ قَال رسول الله صلى
الله عليه وسلم : كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ
عَنْ زِيَارَةِ الْقَبُوْرِ فَقَدْ اُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِى زِيَارَةِ اُمِّهِ
فَزُوْرُوْهَا فَإنَّهَا تُذَكَّرُكُمْ الآخِرَةَ.
Artinya: dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, katanya Rasulullah
bersabda: Aku dulu melarang ziyarah kubur, sekarang ziarahlah, karena ziarah
kubur itu mengingatkan kamu akan akhirat.[10]
b)- Hadis riwayat Ibnu Abdiddar, yaitu:
عَن ابْنِ عَبَّاس قَال, اَنَّ رَسُول الله صلي
الله عليه وسلم قال : مَا مِنْ أحَدٍ يَمُرُّ بِقَبْرِ أخِيْهِ كَانَ يَعْرِفُهُ
فِى الدُّنْيَا فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ إلاَّ عَرَّفَهُ.. اخرجه ابن عبد الدار
Artinya: dari Ibnu Abbas katanya sesungguhnya rasulullah SAW bersabda:
Tidak seorang pun yang lewat di kuburan saudaranya yang kenal waktu didunia
lalu ia memberi salam melainkan ia tahu padanya [11].
c)- Hadis riwayat Ahmad dan Ibnu Majah, yaitu:
كَانَ
صلى الله عليه وسلم يَزُوْرُ قَبُوْرَ شُهَدَاء أحُدٍ وَ قَبُوْر أهْلِ
الْبَقِيْعِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ وَيَدْعُوْ لَهُمْ بِمَا تَقَدَّمَ. رواه مسلم و
أحمد و ابن ماجه.
Artinya: Rasulullah berziarah ke makam Syuhada’ dalam perang Uhud dan makam
keluarga Baqi’ dia mengucapkan salam dan mendoakan mereka atas amal-amal yang
telah mereka kerjakan (HR Muslim dan Ahmad dan Ibnu Majjah)[12]
2).Bacaan tahlil, tahmid, tasbih, dan ayat-ayat
al-Qur'an, yang pahalanya dihadiahkan kepada yang di haul-i dan ahli
kubur. Hal ini dianjurkan (mustahab/مُسْتَحَب)[13]. Hal ini berdasrkan Hadis riwayat Baihaqiy dan Thabariy, yaitu:
عَنْ
ابْنِ عُمَر رضي الله عنهما قال : سَمِعْتُ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم
يَقُوْلُ: إذَا مَاتَ اَحَدُكُمْ فَلاَ تَحْبَسُوْهُ وَ اسْرَعُوْا بِهِ إلَى
قَبْرِهِ وَ لْيَقْرَأ عِنْدَ رَأسِهِ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَ لَفْظُ البَيْهَقِى
فَاتِحَةَ الْبَقَرَةِ وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ فِى
قَبْرِهِ. اخرجه الطبرى والبيهقى
Artinya: Dari sahabat ibnu Umar, ia mengatakan: saya mendengar Rasulullah
bersabda jika seorang diantara kalian meninggal maka jangan kalian tahan,
cepat-cepatlah kalian bawa kekubur dan bacakan diarah kepalanya al fatihah,
menurut kalimat al Baihaqi awal surat al Baqorah dan lurus di kakinya akhir
surat al Baqarah. Hadis ini dikeluarkan oleh Imam Thabrani dan Baihaqi [14]
3).Bersodaqoh, ini hukumnya sunnah
4).Menyebut-nyebut riwayat hidup yang baik-baik, ini adalah mengikuti
sunnah Nabi, Khulafa’ur Rosyidin, dan tradisi ulama salaf dan khalaf.
5).Pengajian, yang sudah jelas dalam Islam dianjurkan untuk amar ma’ruf
nahi mungkar sebagai suatu mau'idhah hasanah, termasuk didalamnya adalah
kegiatan musyawarah dalam halaqoh, yang juga dianjurkan dalam Islam,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Hajar al-Asqalaniy dalam kitab Syarkh
Ihya' ulum al-Din sbb:
ذِكْرَى يَوْمِ الْوَفَاةِ لِبَعْضِ
الاوْلِيَاءِ وَالْعُلَمَاء مِمَّا لاَ يَنْهَاهُ الشَّرِيْعَةُ الغَرَّاء حَيْثُ
أنَّهَا تَشْتَمِلُ غَالِبًا عَلَى ثَلاثَةِ أمُوْرٍ مِنْهَا زِيَارَةُ
الْقَبُوْرِ وَالتَّصَدُّق بِالْمَأكُلِ وَالْمَشَارِبِ وَكِلاَهُمَا غَيْرُ
مَنْهِيٍّ عَنْهُ، وَمِنْهَا قِرَائةُ الْقُرْآنِ وَالْوَعْظِ وَالدِّيْنِى وَقَدْ
يُذْكَرُ فِيْهِ مَنَاقِبُ الْمُتَوَفَّى وَذَلِكَ مُسْتَحْسَنٌ لِلْحِثِّ عَلَى
سُلُوْكِ طَرِيْقَتِهِ الْمَحْمُوْدَةِ
Artinya: memperingati hari wafat pada wali dan para ulama termasuk amal
yang tidak dilarang agama. Ini tiada lain karena peringatan itu biasanya
mengandung sedikitnya tiga hal: ziarah kubur, sedekah makanan dan minuman, dan
keduanya tidak dilarang agama. Sedangkan unsur ketiga adalah karena ada acara
baca al Qur’an dan nasihat keagamaan. Kadang dituturkan juga manaqib (biografi)
orang yang telah meninggal, cara ini baik untuk mendorong orang lain agar
mengikuti jalan terpuji yang telah dilakukan si mayit[15]
[1] Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam,
(Jakarta, PT Ichtiyar Baru Van Hoeve, 1994), hal:104-105
[2] Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta, Bagian Pengadaan
Penterjemahan Kitab Suci, 1994), hal: 59
[3] Ibid, hal: 57
[4]Al-Turmudziy, Sunan al-Turmudziy, Juz:II, hal: 72
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Syarah
Ihya’ Ulumu al Din, Juz 10 tentang Ziyarah Kubur atau dalam Al-Musawiy,
al-Syarif al-Ridlo, Nahjul Balaghah…, Op-Cit, hal: 394
[8]Al-Musawiy,
al-Syarif al-Ridla, Nahju al Balaghah, (Beirut,
Maktabah Dar al-Fikr, tth.), hal: 394-396
[9]Al-Haitsamiy, Ahmad Ibnu Hajar, Fatawa al-Kubra
al-Fiqhiyyah, Juz:II, (Beirut, Maktabah al-Muassasah al-Tarikhiy
al-'Arabiy, tth.), hal: 24
[10] Hadis riwayat Imam Tumudziy, Hadis Indek Nomor: 974
( Sunan al-Turmudziy, Juz:II, hal: 259)
[11]Al-Najdiy, Abdul Wahhab, Ahkam Tamanniy....,
Op-Cit, hal: 46 atau al-Haitsamiy, Ahmad Ibnu Hajar, Tathhir
al-Jinan wa al-Lisan, Juz:II (Beirut, Maktabah Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
1983), hal: 142
[12]Muslim, Shahih Muslim, Juz:I, (Surabaya,
Maktabah Ahmad bin Nabhan, tth.), hal: 389 atau bandingkan dalamHasyim
Asy'ariy, Hujjah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah, Juz: I, (Tebuireng,
Jombang, Maktabah Pesantren Tebuireng, 1998), hal: 37
[13] Al-Syaukaniy, Nail
al-Authar….., Op-Cit, Juz:IV, hal: 143
[14]Al-Jauziyyah, al-Ruh……,
Op-Cit, hal: 33 atau Mahmud Hasan Rabi', Kasyf al
syubuhat…, hal:.129 . bandingkan dengan pandangan kelompok
Syafi'iyyah dalam kitab Ibadatu thulab : 18 ,
yaitu: الشارع صلى الله عليه وسلم لما
سئل عن الحج عن الميت أرشد إلي فعله و كذا الصوم و الصدقة و لو أنه سئل عن غيرها
لربما أجاب بفعل ذلك و لم يثبت عنه ما يدل علي المنع فليلحق ما لم يسأل عنه من
الطاعات بما سئل عنه ماليا أو بدنيا و من ثم اختار كثيرون من اصحابنا جواز فعل
الصلاة و الاعتكاف عن الميت (Nabi
SAW ketika ditanya tentang haji untuk mayit beliau menganjurkannya, demikian
pula puasa dan sodakah, seandainya ditanya yang lainnya, kemungkinan beliau
menjawab sama. Yang jelas tidak pernah ada larangan dari beliau. Oleh karena
itu seharusnya dikiyaskan kepada yang sudah ditanya, semua taat yang tidak
ditanyakan baik ibadah maliyah atau badaniyah. Karena itu banyak dari ulama
syafi’iyah memilih pendapat bolehnya shalat dan I’tikaf untuk mayit)
[15] Syarkh Ihya' ....., Op-Cit, Juz:III, hal: 41-42
Tags :
Tradisi
0 Response to "Hukum Mengadakan Acara Haul Kematian Seseorang"
Posting Komentar